Rumahku Istanaku
(Kritisi Dulu, Baru Beli!)
Kepadatan penduduk yang tinggi tanpa diimbangi ketersediaan lahan bagi pemukiman kerap menjadi permasalahan di daerah perkotaan. Apalagi harga jual tanah yang tanpa permisi bisa melonjak setiap saat. Hal ini seperti terjadi di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Yang lebih memberatkan lagi, harga bahan bangunan juga turut terbang melangit. Imbasnya, harga jual dari produk properti (baik itu perumahan, rusun, hingga apartemen) membumbung tinggi. Tentu ini pekerjaan rumah bagi komunitas bisnis properti, terutama dalam rangka menawarkan harga yang pantas bagi konsumennya tanpa mengabaikan kualitas. Untuk calon konsumen, mereka harus lebih “melek” lagi di saat akan melakukan transaksi pembelian rumah.
Urbanisasi merupakan bagian dari pergerakan penduduk yang tak bisa ditahan lajunya. Apalagi bila dikaitkan dengan tujuan dari urbanisasi yakni “Mengadu Nasib di Perkotaan”. Fenomena ini sudah menjadi realita, dan berakibat daerah perkotaan menjadi penuh sesak dengan hadirnya para pendatang. Yang sangat memprihatinkan, banyak masyarakat urban yang nekad membangun rumah di lahan-lahan yang sebetulnya bukan hak mereka. Imbasnya, mereka harus rela digusur secara paksa, walaupun kenyataannya mereka mengaku telah tinggal berpuluh tahun lamanya.
Di tengah turbulensi pembangunan perkotaan, yang mana kota lebih berperan menjadi pusat bisnis. Perlahan dan pasti, sudah banyak masyarakat memilih pemukiman di pinggiran kota. Di samping biaya hidup lebih rendah, dukungan sarana transportasi ke jantung kota pun sudah banyak pilihan. So, anda harus berfikir panjang bila tetap bersikeras tinggal di tengah kota, terutama bagi mereka yang hanya berlatar belakang ESPASS (ekonomi pas-pasan).
Singkat kata, membeli rumah bukanlah pekerjaan gampang. Banyak hal yang harus diketahui dan dipertimbangkan masak-masak. Mulai dari; siapa developernya ? Berapa harga jual dari rumah yang dipilih? Lalu apa saja fasilitas umum yang disediakan developer? sampai dengan kondisi lingkungan maupun akses dan sarana transportasi yang mudah. Setidaknya, rumah yang dipilih harus aman dan nyaman, baik itu ditinjau dari sisi lingkungan internal maupun eksternal. Toh, sebagai konsumen pasti anda tak mau laksana “Membeli kucing dalam karung”.
Gambar 1 merupakan garis
besar yang harus dipahami oleh calon konsumen. Tujuannya adalah; mengajak
masyarakat agar lebih cerdas dan berwawasan sebelum mengambil keputusan membeli
produk properti (dalam hal ini rumah misalnya). Tak bisa dipungkiri, walaupun konsumen
masih ada yang terbawa oleh sikap yang irasional. Selanjutnya diharapkan
konsumen lebih mengedepankan sikap
rasional
Berikut ini hal-hal yang
harus diperhatikan oleh konsumen sebelum membeli Rumah ;
(1) Kelegalitasan tanah ;
Merupakan salah
satu faktor yang patut dipertanyakan oleh konsumen. Sebab, sudah banyak orang
jadi korban penipuan akibat legalitas tanah yang tak jelas. Salah satu cara
untuk mengetahui legalitas dari proyek properti yakni konsumen bisa menanyakan kepada
Developer ; apakah Site Plan kawasan dari proyek tersebut sudah mendapatkan
ijin / terdaftar di pemerintahan daerah setempat.
Jika terbukti ijin
Site Plan telah dimiliki, anda tak perlu khawatir akan keberadaan tanah dari
gangguan proyek pemerintah. Salah satu contoh proyek pemerintah yang sering mengganggu
misalnya ; proyek pembangunan jalan tol, jalan layang, dan sebagainya.
(2) Harga jual & Proses Pembelian Rumah yang Ditawarkan
oleh Developer;
Harga jual
selalu jadi pertanyaan utama ketertarikan konsumen hadir. Bagi konsumen yang
kritis, apalagi jika menyikapi tentang harga jual dari rumah baru. Berikut ini salah
satu contoh rasional yang patut diperhatikan oleh calon konsumen guna
mempelajari “harga jual dari rumah baru” :
·
Melakukan Perbandingan antara Luas Bangunan dan Luas
Tanah;
Luas tanah dan
bangunan merupakan dua ukuran yang harus diperhatikan oleh anda selaku calon
konsumen. Setidaknya, bila anda telah mengetahui luas bangunan, maka anda bisa
membuat asumsi mengenai nilai bangunan yang akan dibuat. Untuk selanjutnya, barulah
anda bisa mengetahui standar “nilai jual tanah” yang ditawarkan oleh Developer.
Berikut ini contoh illustrasi yang dapat dipelajari ; jika LT (luas tanah) dan
LB (luas bangunan) berbanding 100m2/60m2, berarti anda bisa membuat perkiraan
dari “nilai bangunannya”. Jika anda mengasumsikan standar biaya rumah sederhana
itu sebesar Rp 1,5 juta per meter persegi-nya, maka “nilai bangunan” tersebut adalah
; (Rp 1,5 juta x 60m2 = Rp 90 juta)- Note; “nilai bangunan” tidak sama /
berbeda dengan “nilai tanah”.
Lalu timbul pertanyaan; sejauhmana hubungan antara nilai bangunan, nilai tanah dengan varibel lainnya, seperti penentuan Uang Muka, Standar kualitas bangunan dan lain-lain.
(1) Spesifikasi teknis bangunan (terkait tentang
pemakaian standar kualitas dari material bangunan, proses pembangunan maupun finishing);
Menilai
kualitas dan spesifikasi bahan bangunan sangat penting. Sebab, kualitas dari
bahan material memiliki korelasi dengan umur dan daya tahan bangunan. Apalgi di
tengah keadaan musim dan cuaca yang tak menentu, yang pasti daya tahan /
kekuatan material bangunan sangat rentan dengan keadaan cuaca yang tak menentu.
Disamping itu,
dengan mengetahui kualitas dari material bangunan, konsumen bisa membuat asumsi
perhitungan yang mendekati dengan nilai bangunan tersebut. Yang perlu dicatat
material bangunan memiliki tingkat standar kualitas berbeda-beda, sehingga harganya pun bervariatif menurut standar
kualitas dari produknya. Oleh sebab itu, konsumen hendaknya buka mata
lebar-lebar, sebab realita di pasar material bangunan menunjukkan bahwa kualitas
material banguan memiliki tingkat standar kualitas masing-masing. Dan istilah
pasar biasa menyebutkan jenis standar KW1 (kualitas 1), KW2 (kualitas 2),
hingga KW3. Standar KW1 merupakan standar kualitas pilihan nomer satu (bisa dikategorikan
jenis material / produk yang original /
asli). Selanjutnya, KW2 (kualitas 2) – yang bisa dikategorikan sebagai produk
reject pabrik, sementara itu untuk jenis produk KW 3 (kualitas 3) ini lebih
dikategorikan sebagai produk second hand.
Berikut ini ada
contoh menarik tentang perbedaan kualitas dari jenis keramik; anda bisa teliti/amati
dengan seksama kualitas keramik yang dipasangkan di lantai rumah baru milik
anda. Lalu sejauhmana anda mampu mengamati dan menganalisa keramik yang
terpasang tersebut. Dikarekan produk keramik sangat beraneka ragam mereknya, anda
tak perlu segan-segan melihat pasar. Nah, dari pengalaman itulah anda bisa
mengetahui standar kualitas dari barang yang dipakai.
(2) Infrastruktur dan fasilitas umum yang ada di
lingkungan internal perumahan;
Infrastruktur
dan fasilitas umum (fasum) di bisnis property laksana bumbu dalam sebuah
masakan. So, bisnis property akan
makin menarik minat konsumen bila developer mampu mengoptimalkan infrastruktur
dan fasilitas umum yang dimiliki. Sebab infrastruktur itu lebih mengarah pada
upaya developer menyediakan sarana pendukung bagi konsumen dalam rangka
memberikan kemudahan dan kenyamanan aktivitas dari konsumennya. Salah satu contoh
infrastruktur internal yakni; ketersediaan sarana telekomunikasi (telepon) dan
supply air bersih
Contoh jenis infrastruktur
eksternal yang harus diperhatikan oleh developer yakni ; kondisi jalan di
perumahan yang memadai. Bagi developer
yang tidak ada kesigapan, jangan harap konsumen akan tertarik. Sementara itu,
dari sisi ketersediaan fasilitas umum, konsumen harus memperhatikan jenis fasum
apa saja yang disediakan oleh developer (mulai dari fasilitas olahraga,
fasilitas rumah ibadah, hingga taman bermain untuk anak-anak).
(3) Ketersediaan maupun keamanan dari proses
kelistrikan.
Listrik kini
sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Sebab, segala aktivitas kegiatan rumah
tangga kerap memerlukan listrik. Mulai dari proses mencuci pakaian (melalui
mesin cuci), menyeterika, hingga menghasilkan air bersih yang kerap menggunakan
mesin air listrik. Singkat kata, selama 24 jam kerap kita butuh listrik.
Yang jadi
persoalan, kadang masih ada juga developer yang kurang aware dengan
konsumennya. Sebagai contoh, awak redaksi Manager di saat melakukan kunjungan
ke beberapa proyek perumahan sempat melihat
langsung konsumen perumahan yang mengeluh kepada developer, dikarenakan mereka
harus menunggu 2-3 bulan untuk dipasangkan instalasi listrik di rumahnya –
sehingga sebagai konsekuensi konsumen harus rela berbagi listrik sementara
dengan 2 hingga 3 tetangganya. Alhasil, setiap pagi, konsumen tersebut (yang
kebetulan Ibu Rumah Tangga) sering terganggu akibat putus sambungnya listrik
akibat kelebihan daya.
Bukan itu saja,
kini sejak adanya KONSUIL (Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi) faktor
keamanan dari proses instalasi listrik di rumah tangga makin terus
diperhatikan. Sebagai nilai positif-nya, hal ini sangat melindungi masyarakat
perumahan yang mana secara langsung mereka juga konsumen listrik. Developer tak
bisa hal ini dipandang sebelah mata, mereka hendaknya bukan sekedar membangun
rumah saja, tapi turut memperhatikan faktor keamanan dari proses instalasi
kelistrikan setiap rumah. Setidaknya developer lebih faham akan standar produk
kelistrikan (mulai dari kabel hingga produk listrik lainnya.
Sebagai
konsumen, ini merupakan pekerjaan rumah, dan diharapkan mau melakukan re-check ulang sejauhmana effort dari developer dalam upayanya mengcover kebutuhan listrik
konsumen perumahan. Salah satu tolok ukur kepedulian developer terhadap kebutuhan konsumennya akan listrik, yakni ; alangkah lebih baik jika developer mau membuat gardu listrik
tersendiri dalam rangka menanggulangi kebutuhan listrik dari perumahannya. Bagi
konsumen yang faham akan standar produk peralatan listrik, mereka berhak pula memprotes
jika produk kelistrikan yang digunakan oleh developer
ternyata bukan yang berstandar.
(4) Transaksi Pembelian, Administrasi dan Proses KPR
Harga jual dari
rumah baru sangatlah bervariatif dan disesuaikan dengan cara pembayaran yang
dipilih oleh konsumen. Berikut ini ada beberapa
cara pembelian yang dilakukan oleh konsumen perumahan yakni :
a) Pembelian/Pembayaran
dengan cara Tunai Keras (Hard Cash);
Tunai keras
adalah pembayaran dilakukan hanya satu kali dan langsung lunas.Ada beberapa
konsekuensi jika hal ini direalisasi yaitu ; “harga beli rumah” bisa lebih
murah dibandingkan jika melakukan pembelian dengan cara “Cash Bertahap” maupun dengan
cara “KPR (Kredit Pemilikan Rumah)”
b) Pembelian
dengan Cash Bertahap (Soft Cash)
Untuk pola
pembayaran ini, konsumen melakukan transaksi dengan pembayaran secara Cash
Bertahap. Sebagai missal ; dari harga rumah Rp 190 juta, anda melakukan
pembayaran melalui 5 kali angsur untuk pelunasannya. Transaksi dengan cara bertahap
dampak positifnya adalah “harga beli rumah” jadi lebih murah
dibandingkan dengan dilakukan dengan cara KPR
c) Pembelian
dengan Cara KPR (Kredit Pemilikan Rumah)
Pembelian melalui
KPR, bisa dipastikan harga jual rumah jadi jauh lebih mahal dibandingkan dengan
pembelian dengan cara cash keras maupun cash bertahap. Mengapa demikian; karena
dengan proses KPR, konsumen dibantu oleh Pihak ketiga (dalam hal ini perbankan)
yang memback up terlebih dulu pelunasan pembayaran ke developer.
Bukan itu saja,
melalui KPR maka konsumen memiliki tenggat waktu pembayaran lebih panjang
(sekitar 5 s/d 15 tahun). Jadi kondisi tersebut sangat wajar, jika harga beli
rumah anda (konsumen) tinggi bila dilakukan melalui KPR.
Tahapan proses pembelian rumah baru (dengan cara KPR);
1. Konsumen terlebih
dulu harus mengeluarkan Booking Fee,
tujuannya adalah Pihak Developer akan menjamin untuk tidak menawarkan rumah
yang telah anda pilih ke calon konsumen lainnya. Berikut ini hal-hal yang patut
diperhatikan saat realisasi pembayaran Booking
Fee;
·
Berapa besar booking
fee yang disyaratkan oleh Developer?
Biasanya
besaran Booking fee berkisar antara
Rp 1 juta s/d Rp 5 juta – dan memiliki batas waktu/umur sekitar 1 s/d 2 minggu.
Kemudian ditindaklanjuti dengan realisasi pembayaran DP (Down Payment)/Uang Muka. Mengenai besarnya pembayaran DP, itu disesuaikan
menurut kesepakatan bersama antara
konsumen & developer.
·
Jika hingga batas waktu dari pemberian booking fee
tidak diikuti dengan realisasi pembayaran DP oleh konsumen, konsekuensinya; uang
booking fee yang telah calon konsumen bayarkan menjadi hangus/hilang. (Ini
patut diperhatikan konsumen)
2. Pembayaran Down Payment (DP) ; di tahap ini, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan yakni :
·
Biasanya besaran DP yang harus dibayar adalah 30%
dari “Harga Jual Rumah”. Misal; anda membeli rumah seharga Rp 190 juta maka DP
yang harus dibayarkan adalah Rp 57 juta. Nah, bila ada developer yang
memberlakukan DP di atas 30% berbeda dengan asumsi di atas, konsumen berhak mengajukan
penawaran pengurangan DP. Tapi sebagai , bisa jadi ringannya DP justru
berpengaruh dengan “plafon kredit pemilikan rumah” anda yang pasti akan
meningkat.
·
Pastikan bahwa sebelum DP dibayarkan anda sudah
memiliki identitas yang lengkap sebagai pra syarat dari pengajuan KPR (seperi
keterangan Gambar 2) – disarankan, jangan sampai setelah anda membayar DP, tapi
pengajuan KPR anda ditolak oleh Bank/Lembaga Pembiayaan yang memberikan kredit.
Sebab hal ini akan merugikan, karena uang pembayaran DP tersebut jadi tertahan di
developer (atau pahitnya lagi anda akan mendapatkan potongan administrasi dari developer
disaat mengajukan penarikan DP kembali)
·
Apakah DP tersebut dapat dibayarkan dengan cara
bertahap?
Sering kita
jumpai di iklan-iklan surat kabar maupun Majalah tentang Penjualan rumah yang
mencantumkan statement “DP Bertahap”, misalnya ; “Dapatkan Rumah Segera ; DP bisa diangsur !”.
Hendaknya pembayaran DP bertahap patut konsumen pelajari lagi, terutama
mengenai perbandingan jumlah uang yang harus dibayar antara DP Bertahap dengan Pembayaran DP Non Bertahap.
·
Setelah mengetahui besar kecilnya DP yang harus
dibayarkan, anda bisa minta illustrasi sementara tentang estimasi besar cicilan
Rumah yang harus dibayarkan jika anda mengambil KPR. (Bisa itu dengan cicilan 5
tahun maupun s/d 20 tahun). Sehingga anda bisa mengukur perkiraan cicilan rumah
yang harus dibayar di kemudian hari.
·
Jika kiranya anda sudah melakukan pembayaran “DP
Non Bertahap”, maka pastikan lagi kepada developer bagaimana kondisi bangunan
rumah yang anda pilih? Apakah sudah 70% atau baru 20% bangunan tersebut jadi?
Anda harus tanyakan lagi ke developer, kira-kira berapa lama rumah tersebut
dapat dihuni jika akad kredit sudah selesai.
3. Penyerahan
identitas lengkap sebagai Prasyarat KPR;
·
Untuk penyerahan data prasyarat kredit anda harus
mempersiapkan dengan seksama. Sebab, hal ini sangat berpengaruh terhadap
performa anda di mata perbankan/lembaga pembiayaan yang memberikan kredit. Oleh
sebab itu, validitas dan data anda hendaknya dipersiapkan dengan baik
·
Pihak developer tidak berwenang mengambil
kesimpulan bahwa pengajuan KPR anda akan
disetujui oleh pihak perbankan. Sebab, developer hanya berwenang menyampaikan
data tersebut kepada perbankan.
· Pihak Developer
harus mengingatkan ulang calon konsumennya agar tidak ada data yang tertinggal untuk
prasyarat permohonan KPR.
4. Developer
mengajukan permohonan kredit pemilikan rumah dari konsumen kepada Pihak
Perbankan;
·
Performa dan kondite keuangan dari pemohon KPR
kerap menjadi penilaian tersendiri bagi perbankan. Yang pasti calon debitur tak
akan bisa mengelak dengan menyembunyikan performa keuangan. Apalagi misalnya;
anda melampirkan foto copy rekening tabungan bukan milik pribadi alias aspal /
asli tapi palsu.
·
Khusus bagi pemohon KPR yang sudah terbiasa
memanfaatkan kartu kredit (walaupun secara identitas tidak melampirkan
keterangan atas pemilikan/penggunaan kartu kredit), anda tidak bisa menghindar,
sebab sudah pasti performa anda akan terbaca jelas. Lalu timbul pertanyaan;
Apakah anda termasuk debitur kartu kredit yang kooperatif atau bukan? (terutama bagi mereka yang sering mengalami
tunggakan pembayaran kartu kredit yang nilainya besar).
·
Pemohon KPR akan dipanggil oleh Pihak Perbankan
(kreditur) untuk dilakukan Tanya Jawab tentang latar belakang maupun
keterbukaan anda terhadap Kreditur. (Disarankan pemohon KPR menjelaskan dengan
sebenar-benarnya).
·
Selain penggunaan kartu kredit, data finansial
anda pun akan terecord jika terbukti anda masih memiliki tunggakan pinjaman dengan
pihak bank lainnya. Ini merupakan upaya dari pihak perbankan untuk tidak
sembarangan menyetujui permohonan Kredit Pemilikan Rumah.
5. Proses Final tentang
hasil survey dan assessment terhadap calon pengaju KPR;
Dalam proses
ini, Pihak perbankan setelah mengumpulkan data berlanjut ke proses survey dan
assessment dari kapasitas pemohon KPR (debitur). Pihak perbankan (kreditur)
akan memanggil calon debitur untuk dilakukan Tanya – Jawab seputar alasan dan
kesanggupan calon debitur untuk
menyepakati hal-hal yang telah diatur di dalam pengajuan KPR.
Bukan itu saja,
bila terjadi ketidaksamaan data yang disampaikan dengan hasil assessment di
lapangan maka disarankan agar debitur lebih bersifat terbuka (open mind)
perihal kapasitas mereka. Tujuannya adalah; debitur tidak direpotkan akibat
kesalahan yang dibuat-buat mereka sendiri. Kemudian, setelah adanya persetujuan
dari atas pengajuan KPR ini, maka Pihak Bank (Kreditur) akan menkonfirmasikan
balik ke developer.
6. Proses AKAD
KREDIT ;
Proses ini bisa terealisasi jika sudah ada lampu hijau tentang pengajuan KPR dari Bank (Kreditur) yang mana dalam prosesnya dilakukan di depan notaris, Pihak perbankan dan developer. Sementara itu bagi konsumen sendiri, jangan kaget bila disodori beberapa lembar perjanjian yang harus ditandatangani. (Lihat Gambar)
(1)
Hubungan antara Developer dengan Konsumen ;
Developer dan konsumen dari sisi bisnis termasuk
jenis hubungan (relationship) B to C (Business To Customer), dalam konteks ini,
segala keluhan atas ketidakpuasan konsumen mulai dari mutu bangunan hingga
wanprestasi-nya developer. Oleh sebab itu, konsumen harus lebih ‘melek’ melihat
kompetensi maupun referensi dari developer. Apakah ia pemain baru di bisnis
proper ini, atau sebaliknya (misalnya telah menangani lebih dari satu bisnis
properti).
Salah satu hal yang harus dimiliki oleh
developer adalah ; mereka harus menjunjung tinggi komitmen kepada konsumennya. Dan, ini harus digarisbawahi lagi agar kiranya
hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik – setidaknya konsumen yang telah
mengeluarkan uang besar tidak merasa dirugikan.
(2)
Hubungan antara Developer dengan Arsitek ;
Hubungan antara Developer dan Arsitek bersifat B To B
(Business To Business), sebab dalam konteks ini Developer menggunakan jasa Arsitek
untuk mendisain model rumah yang akan dibangun. Sementara itu, bila dicermati
apa yang terjadi di lapangan, ternyata penggunaan jasa arsitek ini dapat dilakukan
dengan cara inhouse (jasa arsitek dari internal pengembang) dan jasa arsitek
yang berasal dari outsourcing / tenaga luar.
Tenaga arsitek dari
oursourcing / tenaga luar dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni ; outsourcing
perorangan dan outsourcing berbentuk badan usaha. Salah satu tujuan dari
developer memanfaatkan jasa arsitek adalah ; (1) developer ingin memaksimalkan disain dari rumah yang akan ditawarkan. (2) developer dapat mendiskusikan tentang cara meminimalisasi cost (biaya pembuatan bangunan) tanpa
perlu mengurangi standar disain bangunan yang akan dibuat.
(3)
Hubungan Antara Arsitek Dan Kontraktor ;
Hubungan mereka lebih cenderung bersifat teknis
pekerjaan. Dalam hal ini, Arsitek dan Kontraktor hanya berperan ; Bagaimana memaksimalkan apa yang sudah
menjadi permintaan dari developer ? Salah satu masalah teknis pekerjaan yang
mereka bicarakan contohnya ; standar ukuran dari ruangan, bentuk bangunan yang
akan dibuat, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Kontraktor saat harus
menyesuaikan dengan apa yang sudah dibuat oleh Arsitek.
(4)
Hubungan Antara Developer Dan Kontraktor ;
Hubungan keduanya boleh dibilang lebih bersifat B to B
(Business To Business), karena Developer berkewajiban membayar jasa dari kontraktor. Dan kontraktor
pun harus mengimbangi dengan kemampuan menyelesaikan apa yang sudah ditargetkan
oleh developer. Misalnya ; berapa banyak
rumah yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan ? Dan, bagaimana
kualitas bangunan yang telah dibuat. Seperti, pada saat rumah siap dihuni oleh
konsumennya, maka selaku kontraktor hendaknya bersifat pro aktif untuk me-ricek ulang apakah bangunan tersebut masalah, baik itu
bersifat kebocoran sampai dengan bangunan yang kurang rapi.
Developer dalam konteks ini harus pandai memilih
kontraktor yang tepat. Dalam pengertian luas, kontraktor yang ditunjuk
hendaknya berpengalaman. Sebab,
ketidakrapian bangunan bisa berakibat pada kekecewaan
konsumen terhadap developer, dan itu perlu dicatat. Kontraktor sama halnya
dengan Arsitek, ada 2 kategori, yakni kontraktor perorangan sampai dengan
kontraktor berbentuk badan usaha.
Dari sisi pemberian jasa yang dilakukan oleh developer,
biasanya disesuaikan dengan kesepakatan antara developer dengan kontraktor.
Berikut ini ada beberapa kesepakatan yang biasanya terjadi antara Developer Dan
Konsumen (dalam hal pembayaran jasa), yakni ;
a.
Developer membuat kesepakatan
pembayaran hanya ongkos jasa kerja kontraktor (tanpa disertakan biaya
material), untuk jenis ongkos jasa ini bisa bersifat hitungan harian ataupun
borongan. Bila bersepakat dengan cara pembayaran harian, biasanya developer akan
menekan kontraktor ; kira-kira butuh
berapa hari untuk membangun satu rumah ? (makin lama hari maka berimplikasi ke
tingginya ongkos jasa yang harus dibayarkan). Lain halnya jika pembayaran dilakukan
dengan cara borongan. Yang pasti developer akan menawar biaya borongan tersebut
semurah mungkin, tapi implementasi di lapangan biasanya kontraktor berupaya
mempercepat waktu pengerjaannya.
b.
Developer dan Kontraktor bersepakat
mengenai pembayaran jasa berikut (including) biaya material bangunan. Untuk
kesepakatan jenis ini, Developer biasanya lebih bersifat tak ikut campur dalam
hal pembelian material bangunan, akan tetapi developer berhak meminta
spesifikasi material sesuai yang diinginkannya. Sebab itu, Kontraktor harus
pandai mencari kualitas material yang diminta oleh developer. Meski berbeda
merek (dari apa yang diinginkan developer), tapi setidaknya compatible secara
kualitas.
(5)
Hubungan Developer - Kontraktor dengan Supplier ;
Hubungan Supplier dengan Developer maupun Kontraktor,
sejauh ini lebih bersifat B To B (Business To Business). Dan sifat hubungan
mereka harus ditinjau dulu menurut kesepakatan antara Kontraktor dengan Developer
(lihat keterangan no.4, poin a) – yang mana dijelaskan bahwa jika Developer
hanya membayar ongkos jasa kerja saja kepada kontraktor – maka hubungan antara Developer
dengan Supplier sangat kuat. Sebab, Supplier selaku penyedia material bangunan
langsung berinteraksi dengan Developer. Nah, jika Supplier telah memiliki
kesepakatan harga material bangunan dengan Developer, maka Supplier akan menyupplai kebutuhan dari Developer.
(Untuk hubungan ini Kontraktor hanya menerima barang dari developer saja)
Kemudian sesuai dengan penjelasan no.4 poin b –
dijelaskan bahwa Developer bersepakat dengan Kontraktor untuk pembayaran jasa termasuk material bangunan. Berarti, dalam konteks ini Supplier
akan berkomunikasi langsung dengan para kontraktor – baik itu dalam hal
negosiasi harga maupun pemilihan material sesuai keinginan developer.
(6)
Proses Pembangunan Rumah
Pembangunan rumah lebih dominan menjadi tanggung jawab
dari kontraktor, sebab mereka yang membangun dan menyelesaikan rumah hingga
laik huni. Namun, bagi konsumen yang sering / pernah dikecewakan atas kualitas
bangunan yang kurang memadai biasanya langsung protes kepada Developer. Dan, hal ini sangat wajar, sebab selama ini
konsumen memiliki kesepakatan / deal dengan developer. Adapun bila ada
kontraktor yang memungut biaya ke konsumen atas perbaikan rumah yang kurang
memuaskan akibat kesalahan kontraktor maka konsumen tidak berhak memberinya
(dengan catatan rumah yang baru dihuni tersebut masih dalam masa garansi dari
developer).
JIKA ANDA KONSUMEN RUMAH BARU, ANDA HARUS TAHU ;
BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA DEVELOPER DENGAN KONSUMEN ? SEJAUH MANA HUBUNGAN
ANTARA DEVELOPER DENGAN KONTRAKTOR ?
DAN, BAGAIMANA HUBUNGAN KONTRAKTOR DENGAN KONSUMEN ? – DENGAN DEMIKIAN
DIHARAPKAN ; ANDA LEBIH JELAS MANA HAK
DAN KEWAJIBAN MASING-MASING !