KIAT JITU MENGEMBANGBIAKAN UANG
(“Tak Kenal Maka Tak Untung”)

Di tengah ketidakpastian harga yang tak menentu, dimana biaya hidup bisa melonjak setiap saat tanpa di dahului pemberitahuan terlebih dahulu. Hal ini menuntut banyak orang (termasuk kita) harus pandai mengelola keuangan dengan sebijak dan seefisien mungkin. Yang tak kalah penting lagi, kita pun harus mencari berbagai cara guna mengembangbiakan uang supaya bisa berlipat-lipat jumlahnya di kemudian hari. Tapi perlu dicatat, mencari tempat pengembangbiakan uang bukan berarti melalaikan pengenalan atas suatu risiko yang harus dihadapi. Sebab, sudah banyak orang terbujuk oleh janji-janji manis “keuntungan besar” dari marketing perusahaan investasi – yang imbasnya tak sedikit pula orang harus gigit jari begitu mengetahui uangnya habis ditelan risiko investasi. Pengalaman buruk inilah yang harus dipelajari dengan seksama, karena setiap janji keuntungan akan investasi sebetulnya senantiasa diikuti dengan risiko. Apalagi jika risiko tersebut menjadi beban dan tanggung jawab penuh dari si pemilik uang (investor-nya).
Di tahun 80-an kita masih ingat kalau lembaga keuangan perbankan pernah menjadi tempat primadona untuk mengembangbiakan uang. Selain aman, bisnis perbankan saat itu memang sedang tumbuh sangat pesat karena adanya dukungan program pemerintah. Implikasinya, masyarakat pun berbondong-bondong menyimpan uang di bank. Bunga bank yang diberikan saat itu pun laksana buah manis yang baru dipetik dari pohonnya.
Namun, realita sekarang bicara lain – dengan kemajuan perekonomian dunia, rupanya berpengaruh juga terhadap kondisi ekonomi sebuah negara. Dalam hal ini, pelaku bisnis (di bidang apa pun) tiada pernah hentinya berkreasi menghadirkan berbagai terobosan. Mulai dari menciptakan produk baru sampai dengan jasa pelayanan yang kompetitif. Tak terkecuali pelaku bisnis di bidang keuangan dan investasi. Nah, bagi orang yang bernafsu besar mengembangbiakan uang dengan cepat – kini produk / instrument investasi kian banyak pilihan. Selanjutnya, tinggal bagaimana si “empunya duit” memilih instrument /produk investasi dengan tepat?
Nah, di edisi kali ini, Realitas Indonesia membuat tulisan tentang “Kiat Jitu Mengembangbiakan Uang” – kiranya melalui tulisan ini bisa membuka mata bagi masyarakat, maupun pembaca RI yang berhasrat mengembangbiakan isi dompetnya ke salah satu instrument / produk investasi yang tersaji berikut ini. Atau jika kiranya masih belum tertarik maupun belum ada “fulus” yang mencukupi untuk bisa dikembangbiakan, tapi mungkin kita bisa berencana dulu, dengan lebih dahulu mempelajari dan mengenal lebih jauh akan aneka ragam produk investasi. Toh … ada ungkapan menyebutkan ; “Tak Kenal Maka Tak Sayang” – yang mungkin lebih pantas dirubah menjadi “Tak Kenal Maka Tak Untung”.
Akan tetapi redaksi berpesan ; hendaknya informasi yang telah diterima ini dikembangkan lagi oleh kemampuan analisa kita. Soalnya kemampuan analisa setiap orang pastilah berbeda-beda. Berikut ini ada informasi mengenai beberapa produk investasi yang dapat anda kenal atau mungkin sudah anda kenal, seperti diantaranya mulai dari ; Produk Perbankan, Produk Asuransi Jiwa Konvesional, Produk Asuransi Jiwa Unit Link, produk investasi fluktuasi harga indeks saham Asia (misalnya Hang Seng (pasar Hongkong)) maupun investasi di bidang properti. Diharapkan dengan informasi dari redaksi ini bisa memberikan wawasan lebih luas, sebab ini bukan ajang membandingkan. Tapi wahana membuka kemampuan menganalisa. Segenap Redaksi mengucapkan Selamat menyimak tulisan hasil analisis dan liputan ini. Selanjutnya, anda bisa memilih mau diletakkan kemana pundi-pundi uang anda ? Yang pasti bukan di bawah bantal kan…??!!!!
Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Berinvestasi
Dengan banyaknya produk investasi yang bisa dipilih, setidaknya dapat memberikan nilai tambah bagi para calon investor sehingga bisa melakukan pendiversifikasian investasi. Bukan itu saja, calon investor pun bisa meminimalisasi kerugian. Misalnya ; jika di salah produk investasinya mengalami kerugian maka investor tersebut dapat memaksimalkan keuntungan di produk investasi lainnya. Tapi, perlu dicatat ; produk investasi itu selain menghasilkan keuntungan juga memiliki Risiko. Nah, karena itu risiko selaiknya diukur dan dipertimbangkan masak-masak.
Berikut ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan calon investor sebelum memilih produk / instrument investasi ;
1. Faktor Legalitas ;
Lebih mengarah pada bentuk badan usaha dan legalitas perusahaan investasi. Atau bisa juga mengenai sejauhmana produk investasi yang ditawarkan betul-betul sudah dijangkau oleh hukum di tanah air.
2. Faktor Sumber Dana Investasi ;
Sumber dana yang digunakan untuk investasi harus diperhatikan oleh calon investor. Sebab, bila sumber dana yang digunakan berasal dari dana untuk kegiatan operasional / kebutuhan hidup sehari-hari maka bisa berdampak ketidakmampuan calon investor menghadapi risiko investasi. Antara lain, cash flow pribadi menjadi berantakan.
3. Faktor Good will dan Relationship ;
Dalam konteks ini terkait dengan hubungan antara perusahaan investasi dengan badan / lembaga Regulasi (Regulator) Dalam Negeri, sehingga dalam pelaksanaannya mendapatkan pengawasan sesuai norma-norma yang ada dan harus ditaati. Setidaknya Perusahaan Investasi tersebut tak bisa bertindak semaunya karena diawasi oleh lembaga lain.
4. Faktor Biaya-Biaya ;
Untuk hal ini, terkait dengan beban-beban biaya-biaya yang harus ditanggung oleh calon investor jika mereka tertarik untuk berinvestasi. Baik itu mengenai biaya awal masuk, biaya selama proses investasi berlangsung, maupun biaya saat memutuskan keluar dari produk investasi tersebut.
5. Faktor Transparansi ;
Di konteks ini adalah ; perusahaan investasi memiliki good will menjelaskan hasil kinerja (performance) dari produk investasinya kepada khalayak masyarakat umum maupun para investor.
6. Faktor Likuiditas ;
Masalah Likuiditas ini adalah berkaitan mengenai kemudahan menarik uang / dana investasi – apakah uang dari hasil keuntungan investasi maupun penarikan uang yang sedang dikelola / dalam proses investasi - singkat kata ; penarikan yang dilakukan berdasarkan dari keinginan investor.
7. Faktor Risiko ;
Realisasi dari sebuah investasi patut memperhatikan akan faktor sebuah risiko – dalam konteks ini calon investor harus mengukur apakah produk investasi yang ditawarkan memiliki risiko rendah, menengah atau berisiko tinggi. Implementasinya, investor pun harus tahu ; Sejauhmana kapasitas maupun goodwill dari perusahaan investasi (perusahaan yang menawarkan) mengantisipasi bila risiko menghinggapi investor (singkat kata ; apakah ada good will berbentuk sharing risiko dari perusahaan investasi / metode meminimalisasi risiko berinvestasi?)
Risiko itu bisa dikarenakan adanya kesalahan dalam membuat keputusan di tengah proses investasi berlangsung (faktor internal investasi) atau bisa juga risiko dari kondisi luar proses investasi (faktor ekternal).
8. Faktor Penerapan Akan Manajemen Risiko ;
Di faktor ini lebih mengarah pada perhatian dan upaya perusahaan investasi (yang menawarkan produk investasi) dalam rangka meminimalisir kerugian atas investasi yang akan dialami oleh investor.
9. Faktor Dikenal atau Tidaknya Produk Investasi Tersebut Oleh Orang Banyak ;
Dalam hal ini, semakin banyak orang mengenal produk tersebut maka menunjukkan bahwa produk investasi tersebut memiliki daya tarik tersendiri. (Atau bisa diasumsikan bahwa produk investasi tersebut memberikan keuntungan bagi investornya). Lalu bagaimana dengan produk investasi yang belum dikenal oleh banyak orang ? Disarankan calon investor menganalisa lebih jauh lagi – sejauhmana potensial untung maupun ruginya bila terjun dan memilih produk investasi tersebut. Sebab boleh jadi, ketidaktahuan banyak orang akibat dari lemahnya marketing perusahaan investasi tersebut. Atau bisa juga masih adanya keraguan dari banyak orang. Sementara itu, bagi mereka yang terbukti meraup untung – bisa jadi mereka tak akan membongkar rahasianya kepada khalayak umum. Toh… kemampuan orang membuat pilihan dan menganalisa potensi keuntungan maupun kerugian dari sebuah produk investasi sangat dipengaruhi oleh kapasitas dan intelektualitas dari calon investor.
10. Faktor Tujuan Berinvestasi ;
Penentuan tujuan merupakan salah satu sarat mutlak bagi investor menggelontorkan uangnya. Dalam konteks ini lebih difokuskan kepada keputusan investornya – Apakah ia menginvestasikan uangnya untuk tujuan jangka pendek, menengah atau jangka panjang ?
11. Faktor Sifat Individual ;
Untuk masalah ini lebih mengarah ke calon investor. Sebab perlu dicatat bahwa calon investor itu ada 2 sifat, yakni mereka yang nantinya akan menjadi investor “aktif” (yang terjun langsung membuat keputusan atas tantangan investasi) atau bisa saja mereka nantinya menjadi investor pasif (yang tidak berperan / terjun langsung membuat keputusan – dan hanya mempercayai kepada orang-orang yang mengelola dana investasi tersebut)
12. Faktor Reputasi dari Perusahaan Investasi ;
Reputasi alias track record dari sebuah perusahaan investasi sangat berperan penting. Nah, ini harus diperhatikan oleh calon investor. Perlu dicatat ; melihat reputasi bukan sekedar melihat penghargaan yang telah diperoleh oleh perusahaan investasi tersebut – tapi calon investor harus bertanya kepada banyak orang yang berpengalaman tentang sejauhmana melihat dan mengukur reputasi sebuah perusahaan investasi.
13. Faktor Pembedaan Antara Logika Marketing dengan Logika Investasi;
Salah satu upaya perusahaan investasi mengumpulkan dana pihak ketiga adalah dengan memaksimalkan tenaga marketingnya. Sebab, kehandalan marketing akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perusahaan. Tapi yang perlu dicatat; calon investor harus memiliki kemampuan menganalisa lebih jauh yang ditawarkan. Justru dengan kelihaian tenaga marketing tak jarang banyak orang mudah diiming-imingkan oleh return (pengembalian) yang besar dari investasi. Padahal yang disampaikan oleh marketer tersebut hanyalah kulit dari produk investasi. Bahkan tak jarang mereka membuat sebuah logika sederhana-yang menurut mereka benar tapi belum tentu benar dari kacamata investasi.
PRODUK PERBANKAN TERUS BERINOVASI
Melihat kondisi sekarang, produk perbankan terus diserbu oleh berbagai produk investasi alternatif. Bahkan yang paling ironi lagi, produk perbankan kerap dijadikan objek pembanding dalam hal keuntungan / hasil bunga (padahal tidak selaiknya dibandingkan-mengingat karakteristik produk perbankan dan produk investasi sangat bertolak belakang). Namun demikian, hal tersebut tak membuat pasar perbankan lemah. Justru, di tengah kedinamikaan pasar investasi, pihak perbankan tak hentinya berkreasi menghasilkan produk yang tepat. Singkat kata, produk tabungan kini selain berfungsi sebagai simpanan yang bisa menghasilkan profit tapi juga bermanfaat sebagai sarana bertransaksi.
Yang tak kalah menarik lagi, beberapa perbankan swasta pun tak segan-segan bersinergi dengan perusahaan manajer investasi, yang mana mereka menawarkan produk yang tujuannya menciptakan produk perbankan yang memiliki nilai investasi lebih dibandingkan produk perbankan pada umumnya. Selain itu guna menjerat nasabah lebih banyak lagi, pihak perbankan pun terus berlomba mengejar peningkatan kualitas pelayanan. Mulai dari memperkuat jaringan ATM sampai dengan berbagai pelayanan tambahan yang bisa memudahkan nasabah memanfaatkan dana yang nasabah simpan di bank.
Apa sebetulnya keuntungan menyimpan uang di bank jika ditinjau dari perolehan bunganya? Apakah bunga tabungan sudah tidak menarik minat masyarakat lagi ? Atau justru banyak nasabah melarikan uangnya dari bank karena tak tahan terhadap biaya-biaya yang dibebankan pihak bank ? Sejauhmana pihak bank kreatif menghadirkan produk yang inovatif dan bisa bersaing dengan produk investasi lainnya. Toh, salah satu keunggulan bank adalah adanya sebuah penjaminan kepada nasabahnya – dalam konteks ini ; nasabah yang memiliki simpanan kurang atau sama dengan 100 juta tak perlu khawatir lagi karena adanya LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang menjamin simpanan nasabah.
Dus, timbul pertanyaan ; Lesukah minat menyimpan uang di bank ? – Menurut seorang nara sumber Realitas Indonesia, “Yang diperlukan sekarang ini adalah merubah paradigma lama dari masyarakat (nasabah perbankan khususnya). Jika selama ini masyarakat menabung setelah memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan berbagai kewajibanl terlebih dahulu. Tapi sekarang, guna meningkatkan nilai uang, tindakan menabung harus merupakan prioritas utama yang harus didahulukan. Oleh sebab itu, bank harus bisa menyediakan produk alternatif yang bisa dijadikan pilihan dan menjadi solusi sehingga dapat merubah paragidma sebelumnya”
Sementara itu, nara sumber lainnya juga menambahkan,”Menabung dan Berivestasi itu beda, sebab jika ditinjau dari sisi teorinya-nya jelas bahwa Income = Consumsi +Saving +Investment – sehingga bila kita bahas tentang investasi yang timbul adalah risiko. Hal ini sangat bertolak belakang dengan tabungan yang identik dengan kepastian return yang berbentuk bunga bank” jelasnya.
Sebagai pelengkap, nara sumber RI juga mengisahkan, “Dulu di tahun 80an menabung adalah berinvestasi, salah satu penyebabnya adalah pada saat itu kondisi pasar investasi tidak semeriah sekarang. Sehingga produk perbankan kerap menjadi satu-satunya pilihan. Bahkan, bunga yang didapat dari bank pun sangat berarti sekali nilainya bagi nasabah pada saat itu. Namun demikian, berkaca dari kondisi sekarang - keadaannya sudah sangat bertolak belakang. Dengan banyaknya pilihan produk investasi plus makin tingginya biaya hidup, wajar kiranya bila orang terus mencari produk investasi yang bisa mengembangbiakan uang agar terus berkembang dengan pesat. Tapi perlu dicatat bahwa ; nasabah bank dengan orang yang biasa bermain produk investasi itu sangat berbeda karakternya, walaupun ujungnya adalah mencari keuntungan”
“Nasabah bank kebanyakan lebih bersifat konservatif. Dalam pengertian sempit dapat dijelaskan bahwa nasabah bank itu sangat membutuhkan kepastian dan memiliki karakter yang kurang berani mengambil risiko. Dan, ini harus diimbangi dengan komitmen pihak perbankan untuk menjunjung tinggi komitmen tersebut ”
“Sebetulnya menabung di bank itu bisa dikatakan berinvestasi juga. Hanya saja, sekarang ini fungsi tabungan lebih dominan sebagai fungsi transaksi. Sehingga jelas, jika orang ingin memenuhi kebutuhan jangka pendek maka ia akan condong memanfaatkan dana tabungan yang dimilikinya. Apalagi orang berinvestasi pasti memiliki tujuan, apakah jangka pendek, menengah atau jangka panjang” imbuh seorang narasumber.
Mengukur Laju Bunga & Biaya Produk Perbankan
Ada dua variabel yang sangat mempengaruhi besar kecilnya simpanan anda di bank, yakni Bunga dan biaya. Dua variabel ini harus dikenal lebih dekat oleh masyarakat atau calon nasabah perbankan. Apalagi persaingan perbankan yang makin kompetitif saja sehingga kedua variabel ini bisa berpengaruh signifikan terhadap minat nasabah menyimpan uangnya di bank – walaupun dalam realitanya kualitas pelayanan perbankan juga kerap jadi nilai tambah keputusan nasabah memilih bank.
Sebagai contoh untuk bunga bank – pihak perbankan sangat kritis menentukan besar kecilnya bunga dari produk yang ada. Contohnya ; Perbedaan antara bunga produk tabungan dan bunga deposito. Kedua produk tersebut memiliki selisih bunga yang lumayan besar. Bahkan ada juga bank yang memprasyaratkan batas minimal saldo kepada nasabahnya bila ingin mendapatkan bunga (untuk produk tabungan). Sebagai pembanding, bunga tabungan paling tidak berkisar antara 2%-4,5% per tahun. Beda halnya dengan bunga Deposito yang bisa mencapai 7% s/d 10% per tahunnya.
Kemudian, mengapa masih ada nasabah yang “merasa” tidak pernah menerima bunga tabungan sebagaimana yang harus diterimanya ? Untuk kasus seperti ini nasabah tak bisa langsung menyalahkan pihak bank, sebab kadang ada juga bank yang memberlakukan interval besaran bunga yang diberikan dengan menyesuaikan dulu menurut kondisi saldo tabungan yang dimiliki nasabah. Sebagai misal, ada juga bank yang menentukan besar bunga tabungan yang ditetapkan sesuai saldo nasabah dan dihitung berdasarkan bunga harian. Seperti, jika saldo rata-rata kurang dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu) maka nasabah tidak mendapatkan bunga (0%). Bagi nasabah yang memiliki Saldo Tabungan Rp 1 - 5 juta, bunganya 2%/tahun. Kemudian untuk nasabah yang bersaldo diatas Rp 5 juta dan hingga Rp 1 miliar, bunganya 4,25%/tahun. Dan yang tak ketinggalan lagi, nasabah juga harus faham bahwa bunga yang diterimanya pun harus dipotong Pajak sebesar 20% dari bunga yang dibayarkan. So, bagi pemilik tabungan – disarankan jangan lalai untuk selalu “melototi” laporan transaksi buku tabungan setiap selesai melakukan transaksi dengan menggunakan buku tabungan.
Menurut nara sumber lainnya,” Produk tabungan itu sudah bukan mengarah ke investasi lagi, sebab fungsi tabungan kini lebih cenderung sebagai sarana bertransaksi oleh nasabah. Sehingga uang yang disimpan memiliki flutuasi saldo yang cepat. Hal ini sangat bertolak belakang sekali dengan produk Deposito yang kerap digunakan sebagai tempat mengembangbiakan uang. Sebab produk Depositio lebih bersifat Installment per Periode, dan tidak akan mengalami fluktuasi saldo. Tapi yang sama dari semua produk perbankan adalah bunga yang diterima nasabah kerap dipotong Pajak (sesuai aturan dari Perpajakan).”
Dijamin oleh LPS-kah menabung di bank ? LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) ternyata hanya mampu menjamin simpanan tidak lebih dari Rp 100 juta. Dengan demikian jelas, bila ada orang yang menanamkan uang di bank dengan jumlah di atas Rp 100 juta, maka LPS hanya bisa menjamin yang hanya sebesar Rp 100 juta saja.
Biaya-Biaya Dari Produk Perbankan
Beberapa waktu belakangan ini sering kita jumpai di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik perihal promo produk perbankan bebas biaya. Walaupun jarang jadi pusat perhatian dari banyak nasabah, tapi tak sedikit nasabah harus dibuat kaget karena melihat penurunan saldo akibat adanya pemotongan pembayaran biaya.
Sadar atau tidaknya nasabah akan dibebankannya biaya itu memang relatif – sebab bisa jadi bank yang ia pilih memang memiliki akses fasilitas yang sangat mendukung bila nasabah ingin melakukan transaksi. Apalagi produk tabungan bila dilihat dari fungsinya lebih mengarah pada sarana bertransaksi. Dengan kartu ATM kita bisa mendebet langsung rekening tabungan untuk membayar barang belanjaan. Bukan itu saja, mulai dari bayar telepon, bayar listrik, isi pulsa dan sebagainya – nasabah pun bisa mempergunakan kartu ATM.
Jadi bisa diaanggap wajar bila produk tabungan dibebani biaya-biaya. Dus, sebetulnya biaya-biaya apa sajakah yang sering membebani nasabah produk tabungan ? Berikut ini ada beberapa biaya yang bisa ditimbulkan oleh bank, diantaranya ;
Keterangan
- Biaya Administrasi bulanan ; adalah biaya yang dikenakan oleh bank untuk keperluan adminstrasi – biasanya dipotong langsung ke rekening nasabah setiap bulannya.
- Biaya kartu ATM bulanan; biaya kartu ATM ini biasanya disesuaikan dengan jenis kartu yang dipakai (silver, gold atau platinum), karena ada perbedaan fasilitas yang bisa dimanfaatkan. Note: untuk biaya administrasi dan biaya kartu ATM ini, ada juga pihak bank yang menggabungkan nilai pembayarannya
- Biaya administrasi Saldo minimum; biaya administrasi yang dikenakan karena adanya penyesuaian dengan saldo minimum dari tabungan setiap bulannya. Sebagai misal; ada bank yang mengenakan biaya administrasi Rp 1000 s/d Rp 4500 per bulannya jika saldo yang dimiliki nasabah dibawah Rp 3juta. Lain halnya jika nasabah memiliki saldo >Rp 3 juta maka ia akan dibebankan biaya administrasi Rp 5000 tiap bulannya. (untuk administrasi saldo minimum ini setiap bank memiliki kebijakan yang berbeda satu dengan yang lainnya).
- Biaya per transakasi; biaya per transaksi ini sangat disesuaikan dengan pilihan transaksi dari pemanfaatan kartu ATM. Misalnya; bila nasabah ingin melakukan pembayaran listrik kadang di struke akan tercantum administrasi sebesar Rp 2000,- Note: biaya-biaya yang tersebut di atas setiap bank berbeda.
PRODUK ASURANSI JIWA
KONVENSIONAL (NON UNIT LINK) & UNIT LINK
Pada prinsipnya, fungsi asuransi adalah untuk proteksi terhadap resiko-resiko yang mungkin terjadi, baik itu berupa resiko meniggal, kecelakaan, sakit, cacat, maupun potensi kerugian-kerugian yang lain. Sementara, pada asuransi jiwa sendiri tujuannya adalah untuk menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang disebabkan karena meninggalnya terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama, yang berakibat pada hilangnya pendapatan seseorang atau keluarga yang menjadi tanggungannya.
Dengan mengikuti asuransi, nasabah akan mendapatkan uang pertanggungan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Besarnya uang pertanggungan tergantung pada besar premi yang dibayarkan, serta juga sifat dari polis asuransi yang diikutinya. Adapun beberapa pola asuransi jiwa;
- Term of Life (Eka Waktu), yang merupakan suatu bentuk pertanggungan yang mempunyai jangka waktu tertentu (2 tahun, 5tahun, 10 tahun, dan seterusnya). Hanya saja kelemahannya adalah jika jangka waktu telah habis (daluarsa), sedangkan pembeli asuransi masih hidup, tidak ada cash value bagi tertanggung.
- Whole Life Indurance (seumur hidup), yaitu asuransi yang secara permanen pembayaranpreminya setiap tahun besarnya sama. Bagi perusahaan asuransi sendiri, dengan cara ini uang premi dapat dipakai untuk melaksanakan investasi modal (capital formation).
- Anuity (Anuitas), yang memiliki tujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa di kemudian hari. Yang perlu diperhatikan dalam anuitas adalah cara bagaimana menghimpun dana-dana - ini yang membedakan anuitas dengan asuransi biasa, dimana asuransi lebihbertujuan untuk memperkecil resiko-resiko yang mungkin terjadi di masa depan.
- Endowment Life Insurance (Dwiguna), yaitu asuransi yang dibayarkan bilamana dalam jangka waktu tertentu seseorang meninggal dunia atau ia tetap masih hidup. Asuransi endowment memiliki unsur term insurance dan pure endowment (alat untuk menabung), misalnya untuk biaya pendidikan anak masa depan, atau biaya pensiun di hari tua. Bedanya dengan term of life insurance (eka waktu) adalah jika kontrak telah lewat waktunya, jumlah uang pertanggungan tidak hilang dan bisa diterima kembali (ada cash value).
Meski fungsi utama asuransi adalah sebagai proteksi, pada perkembangannya tak sedikit juga yang memanfatkan asuransi sebagai salah satu sarana/instrumen untuk berinvestasi. Hal ini karena sebenarnya dalam asuransi juga terdapat unsur menabung (saving), yang hasilnya baru dapat dinikmati di kemudian hari.
Asuransi seumur hidup (whole life insurance), misalnya, pun merupakan tabungan juga. “Hanya saja, baru bisa dinikmasi nanti kalau tertanggungnya meninggal dunia,” ujar nara sumber dari praktisi bisnis asuransi. Dan yang menikmatinya sendiri adalah orang lain yang menjadi ahli warisnya. “Selain itu, ada juga asuransi yang fungsinya boleh dibilang merupakan tabungan hari tua,” lanjutnya lagi. Karena itu, memang pada perkembangannya, asuransi pun dapat menjadi pilihan orang untuk berinvestasi, terutama sekali untuk investasi jangka panjang.
Dikatakan investasi, karena dalam asuransi ada yang disebut sebagai uang pertanggungan. Besarnya uang pertanggungan tersebut bergantung pada besar premi yang dibayarkan. Pada asuransi tradisional, besarnya pertanggungan sudah ditetapkan di awal kontrak. Begitu pula dengan preminya.
Asuransi sendiri dapat merupakan investasi jangka pendek, menengah, ataupun panjang – tergantung dari jenis polis yang diambil, jangka waktu yang dipilih, dan tentunya tujuan dari nasabah itu sendiri. “Asuransi endowment/dwiguna itu jangka waktunya bisa 3 tahun atau 5 tahun; itu termasuk yang jangka pendek,” ujar nara sumber tambahan. Sementara, yang termasuk jangka panjang, misalnya asuransi seumur hidup. “Asuransi anuitas yang dikaitkan dengan usia pensiun, yang misalnya nanti di usia 55 tahun, itu juga termasuk jangka panjang,” tambahnya lagi.
Proteksi, Sekaligus Investasi
Meski tujuan utama dari berasuransi adalah untuk proteksi, ada juga jenis polis yang juga menyertakan unsur saving, yaitu endowment/dwiguna. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam endowment terdapat cash value yang dapat diambil apabila kontrak telah lewat waktunya.
Menginvestasikan uang di produk asuransi pada dasarnya juga tergantung dari kebutuhan si nasabah itu sendiri. “Bagi orang-orang yang ‘insurance minded’ – yang benar-benar tahu manfaat asuransi – biasanya memang akan menaruh uangnya di produk asuransi,” ujar salah seorang nara sumber. Bahkan, untuk orang-orang yang benar-benar paham asuransi, mungkin ia akan menaruh uangnya untuk resiko kematiannya saja, untuk kemudian dana tersebut dikelola. “Misalnya, mungkin dana itu akan dikelola untuk investasi, membangun perusahaan, dan lain-lain,” ujar seorang nara sumber. Sementara, bagi masyarakat dari kalangan menengah-bawah, kadang ada juga yang menaruh investasi di produk asuransi untuk tujuan kebutuhan tertentu, seperti beasiswa untuk kebutuhan pendidikan anak (asuransi pendidikan).
Dalam asuransi konvensional, uang pertanggungan sudah ditetapkan di awal tahun, dan begitu juga dengan preminya. Selanjutnya, pada saat kontrak selesai, nasabah akan menerima uang pertanggungan seperti yang tertera dalam kontrak. Untuk bisa menjamin hal ini, pada produk asuransi konvensional, perusahaan asuransi memiliki garansi untuk tingkat bunganya. Tingkat bunga garansi itu sendiri ditetapkan di awal kontrak.
Dalam investasi, tentunya ada pengembalian yang diharapkan oleh nasabah. Pada produk tradisional, pengembalian tergantung pada tingkat bunganya; semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula pengembaliannya. Meski demikian, harus dipahami bahwa prinsip utama asuransi adalah kehati-hatian, baik untuk investasi, maupun untuk pengelolaan resiko. Karena itu, proteksi ke pemegang polisnya pun cukup tinggi, untuk berjaga-jaga kalau-kalau nanti perusahaan asuransi tidak sanggup membayar klaim di kemudian hari. “Jadi, produk-produk tradisional itu dalam menentukan tingkat bunganya tergantung dari lingkungan makro, dan juga ada margin untuk perusahaan asuransi itu sendiri,” ujar Bagus.
Nah, masalah yang sering muncul adalah jika terjadi tingkat bunga di luar (pasaran) lebih tinggi daripada tingkat bunga garansi yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi. Dalam hal ini, mungkin pemegang polis akan merasa rugi. “Kok perusahaan asuransi menghasilkan lebih tinggi dari apa yang digaransikan?” seorang nara sumber memberikan ilustrasi. Sebaliknya, jika suku bunga mengalami penurunan, perusahaan asuransi harus menambah dari nilai yang diambil pada saat tingkat bunga tinggi – meski dalam hal ini berarti nasabah juga diuntungkan. “Harap diingat, apabila perusahaan asuransi itu menghasilkan investasi tinggi, belum tentu hasilnya dinikmati juga, karena pada saat suku bunga turun, perusahaan harus menambah dari kelebihan pada saat hasil tinggi,” jelas nara sumber Realitas Indonesia. Dengan kata lain, ada pengelolaan yang kurang transparan pada produk-produk asuransi tradisional/konvensional.
Untuk itulah, dalam perkembangannya kemudian muncul produk unit link, yang mensinergikan antara proteksi dengan investasi, dengan potensi tingkat pengembalian yang lebih besar, dan juga dengan transparansi investasi, yang mana pilihannya diserahkan kepada nasabah. Dengan demikian, jika pada produk konvensional resiko ada di tangan perusahaan, maka pada produk unit link, resiko berada di tangan nasabah langsung. “Ciri khas unit link adalah, ada resiko yang kemudian pilihannya diserahkan kepada nasabah langsung,” jelas seorang nara sumber yang merupakan praktisi bisnis asuransi jiwa.
Meski demikian, ada juga yang harus diperhatikan sebelum memilih / membeli produk asuransi unit link. Yang pasti, nasabah harus memahami karakteristik dari investasi terlebih dahulu. “Kurang baik juga bila si nasabah memasrahkan begitu saja investasi ke perusahaan asuransi jiwa bersangkutan,” ujar salah seorang nara sumber. Selain itu, yang juga perlu diparhatikan adalah: bagaimana iklim investasinya sendiri; bagaimana nilai aktiva bersihnya (NAB); biaya-biaya apa saja yang dikenakan dan berapa jumlahnya; dan juga yang tak kalah penting adalah, bagaimana karakter si nasabah itu sendiri. Hal ini terutama terkait dengan pilihan investasi yang akan dipilih oleh nasabah. “Sebetulnya, sifat dari nasabah yang membeli produk unit link itu haruslah real investor,” ujar seorang nara sumbe lainnya. Karakteristik nasabah itu sendiri dapat dipilah-pilah menjadi low-risk taker, moderate-risk taker, dan aggressive/high-risk taker.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan, yaitu tingkat resiko yang mungkin dialami oleh nasabah, karena bagaimana pun, dalam investasi selalu ada kemungkinan nasabah merugi/nilai investasi turun. Di sini berlaku pakem “high risk high return, low risk low return”. Meski demikian, ujar Bagus, jangan juga lantas investasi disamakan dengan judi. “Karena ada analisis yang dilakukan untuk melakukan prediksi,” jelas seorang nara sumber.
Oleh karena itu, jika membeli produk unit link, jangan lupa pula untuk menanyakan potensi resiko yang mungkin dialami, apalagi seringkali agen hanya menyampaikan yang bagus-bagus. Selain itu pula, nasabah juga perlu rajin-rajin menyanyakan berbagai hal mengenai investasi. Misalnya, di mana uang akan ditaruh untuk investasi, mana saja saham-saham yang baik, dan sebagainya. Apalagi mengingat hal mendasar dari produk unit link adalah transparansi, tentu hal ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh nasabah.
Untuk produk investasinya sendiri, di unit link ada beberapa pilihan jenis investasi yang ditawarkan kepada nasabah, antara lain pasar uang, obligasi, dan saham (ekuitas), yang mana tentu saja masing-masingnya memiliki keuntungan dan resiko sendiri-sendiri (penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada artikel lanjutan).
Bagi nasabah yang tertarik untuk menanam investasi di produk asuransi unit link, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) lihat nilai aktiva bersih (NAB) perusahaan asuransi. “Kalau nilainya turun, berarti ada penempatan yang salah,” jelas Bagus. Kemudian juga, tentu saja (2) biaya-biaya yang dikenakan kepada nasabah. Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah (3) produknya sendiri, termasuk juga dengan riders/tambahan yang diberikan. Selanjutnya, yaitu (4) tingkat kesehatan dari perusahaan asuransi itu sendiri, yang dalam hal ini ditandai dengan RBC (Risk Based Capital) yang dimiliki. Hal ini terutama sekali agar klaim-klaim yang diajukan nasabah tidak macet.
Dan terakhir, yaitu (5) transparansi dari agen dalam memasarkan produk asuransi. Seringkali terjadi, terdapat perbedaan antara logika marketing dengan logika investasi. Khususnya dalam memasarkan produk unit link, sering terjadi di mana agen tidak memaparkan resiko-resiko atas pilihan investasi nasabah. “Memang yang harus ditekankan di sini adalah peranan agen yang profesional, dan tidak hanya sekdar mengejar omset”.
Hanya saja, tetap ada satu hal yang perlu diperhatikan nasabah; meski pada perkembangannya terdapat modifikasi dari produk asuransi yang bisa juga dimanfaatkan untuk investasi, yang tetap harus diperhatikan adalah, bagaimana pun, fungsi utama asuransi adalah sebagai proteksi, dan karenanya, tujuan utama membeli produk asuransi (baik produk konvensional maupun unit link) haruslah untuk proteksi. Sedangkan, tambahan berupa investasi ibarat pemanisnya.
MEMILIH KARENA KEBUTUHAN ITU JAUH LEBIH PENTING !
Beberapa bulan lalu, salah seorang rekan redaksi dari Realitas Indonesia sempat dikejar-kejar oleh financial planner dari salah satu perusahaan asuransi jiwa. Yang menarik lagi, dengan pendekatan yang “respectfully’ financial planner tersebut mampu menarik perhatian rekan kami. Bahkan dengan “logika marketing-nya” rekan kami langsung meng-“iya”kan penawaran yang diajukan. Hebat dan acungan jempol-lah yang patut diberikan kepada financial planner produk asuransi tersebut. Ternyata, ia telah memutuskan untuk menyisihkan uangnya ke salah satu produk asuransi jiwa unit link dengan tujuan demi masa depan anak.
Yang menjadi pertanyaan ; apa yang membuat rekan tersebut tertarik dan memutuskan mengambil produk asuransi unit link bagi putranya ? Tentu, yang utama adalah ; karena kepedulian terhadap masa depan putranya. Tapi, sejauh ini apakah ia sudah mengenal jauh dengan produk unit link ? Lambat laun ia pun mulai faham apa yang disebut dengan produk unit link. Sehingga timbullah sebuah pertanyaan ; Apakah “Logika Marketing” dengan “Logika Investasi” itu berbeda? (padahal menggelontorkan uang di unit link bisa dikatakan berinvestasi) - pikirnya dalam hati.
Ada juga narasumber yang menjelaskan bahwa ; “Produk Asuransi Unit link ini merupakan suatu pengembangan produk asuransi jiwa, yang mana sudah disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Sehingga bila ada orang bicara tentang asuransi jiwa maka bukan sekedar uang pertanggungan kematian, tapi lebih mengarah dengan adanya nilai investasi yang dapat dikembangbiakan”
Nara sumber lain pun menuturkan, “ Produk unit link merupakan salah satu produk investasi, yang mana investor harus mengedepankan dulu mengenai tujuan dari produk yang dipilih. Apakah untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang. Namun yang terpenting, dengan memilih produk unit link maka nasabah dapat melindungi dana yang sedang diinvestasikan. Sebab, unit link memiliki banyak perlindungan”.
Lalu, saat ditanyai perihal risiko berinvestasi di unit link – ada nara sumber yang menjelaskan, “Setiap produk unit link itu mengandung risiko. Hanya saja, tingkat risiko dari masing-masing produk unit link berbeda-beda sebab disesuaikan dengan penempatan investasi yang dipilih nasabah. Namun demikian, nasabah hendaknya lebih mengedepankan pada nilai perlindungan sebagai tujuan utama. Selanjutnya barulah melirik sejauhmana return investasi yang menguntungkan”
“Oleh sebab itu, nasabah harus menyesuaikan dengan karakter mereka. Apakah termasuk nasabah aggressive (High risk taker) atau yang low risk taker ?”imbuh nara sumber tambahan.”Yang terpenting adalah saat nasabah memutuskan mengambil unit link hendaknya mereka (nasabah) menyadari akan kebutuhan. Sebab, unit link tetap mengedepankan apa yang disebut proteksi – baik itu terkait mengenai proteksi kematian maupun proteksi lainnya. Kemudian, baru diikuti dengan harapan return yang baik dari penempatan investasi yang dipilih. Itu pun harus disesuaikan dengan karakter nasabah saat menghadapi risiko. ”tegas salah seorang nara sumber lainnya lagi.
Menurut seorang nara sumber menjelaskan, “Pengelolaan dana investasi produk unit link itu juga menjadi pusat perhatian dari perusahaan asuransi jiwa. Untuk dana investasi dari unit link kami mempercayai manajer investasi yang berpengalaman dan memiliki track record yang bagus. Sehingga kami pun dapat terus memberikan keyakinan mengenai hasil investasi dengan semaksimal mungkin”
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian timbul pertanyaan ; apa bedanya berinvestasi di unit link dengan reksadana ? Kesamaan dari unit link ini adalah hanya pada pengelolaan investasi. Meski menggunakan nama berbeda, tapi sebetulnya keranjang investasi yang ditawarkan unitlink sama dengan reksadana konvensional: unitlink yang berinvestasi di pasar uang (money market fund), pendapatan tetap (fixed income fund), campuran (managed fund), dan saham (equity fund).
Sehingga dana yang diinvestasi akan divaluasi berdasarkan Nilai aktiva bersih (NAB) dari portofolio investasi – Bagi nasabah unit link yang biasa bermain di reksadana tentu akan faham sejauhmana fluktuasi dari masing-masing portofolio. Perlu dicatat, pola investasi di unit link serupa sama dengan reksa dana, hanya saja yang membedakan adalah pada unit link dikemas pula dengan adanya produk asuransi.
Keterangan Gambar.2 ;
- · Cash Fund Unit Link (Unit Link Dana Kas atau Pasar Uang) ; Jenis unit link ini merupakan pilihan instrumen investasi yang paling aman dimana portofolio investasi akan ditempatkan 100% pada instrumen pasar uang seperti deposito berjangka, sertifikat BI, dan surat hutang jangka pendek. Rentang waktu investasinya jangka pendek dengan tingkat risiko paling rendah.· Fixed Income Unit Link (Unit Link Pendapatan Tetap) ; Jenis unit link ini cocok diambil oleh nasabah yang ingin mendapatkan keuntungan pada tingkat bunga optimal namun tetap mengutamakan pendapatan yang stabil dan konsisten. Komposisi dana investasi akan difokuskan pada instrumen obligasi (sekurang-kurangnya 80%).· Managed Unit Link (Unit Link Pendapatan Campuran) ; Jenis unit link ini sesuai untuk para nasabah yang ingin memperoleh investasi yang memberikan pendapatan memadai sekaligus memanfaatkan peluang pertumbuhan investasi dalam jangka panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengelolaan dana investasi akan difokuskan pada saham dan obligasi dengan komposisi tertentu sehingga dapat diperoleh tingkat return yang optimal. Tingkat pengembalian dapat berfluktuasi dari tahun ke tahun namun relatif lebih stabil dibandingkan unit link dana saham.· Equity Unit Link (Unit Link Dana Saham) ; Jenis unit link ini paling sesuai untuk nasabah yang ingin mendapatkan pertumbuhan hasil investasi secara maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, dana investasi akan dikembangkan pada instrumen yang memiliki potensi pertumbuhan paling besar yaitu saham (sekurang-kurangnya 80%). Tingkat return atau pengembalian hasil investasi akan berubah dari tahun ke tahun dan berfluktuasi seiring dengan kondisi pasar saham. (Fluktuasinya naik dan turunnya NAB sangat tinggi)
- Note : Untuk Asuransi Manfaat Tambahan ini sangat banyak pilihannya (dalam konteks ini redaksi hanya bisa memberikan menginformasikan beberapa saja) – disarankan pembaca bisa mencari informasi lebih kepada perusahaan asuransi jiwa yang menawarkan produk unit link.
Berikut ini illustrasi seorang Ibu yang memutuskan untuk mengambil produk unit link ;
“Aisah adalah ibu rumah tangga plus wanita karir yang kerap rajin menabung. Setiap bulan ia mampu menyisihkan uangnya sebesar Rp 500 ribu. Kegiatan menabung ini sudah berjalan selama 5 tahun. Tapi, karena hidup tak selamanya manis, tabungannya ternyata sudah terkuras 30% dari jumlah yang sebenarnya terkumpul. Penyebabnya adalah ia harus mengeluarkan biaya medik. Tentu ini sebuah pengalaman menarik baginya – setidaknya karena ia masih bisa mengandalkan uang tabungan yang dimilikinya. Yang menjadi pertanyaan ; Bagaimana bila Aisah tak memiliki uang tabungan yang cukup ?
Singkat cerita, karena ia mendapatkan penjelasan dari financial planner perusahaan asuransi jiwa yang menawarkan produk unit link – alhasil Aisah pun tertarik. Rupanya financial planner tersebut telah menjelaskan perbedaan antara kepemilikan Rekening Tabungan yang seperti pada umumnya dengan Rekening Produk Unit Link. Alhasil melalui “Logika Marketing” yang sangat apik, Aisah pun bersedia untuk menyisihkan uangnya ke produk unit link. Dengan “menabungkan” uangnya sebesar Rp 4,6 juta per tahun di salah satu produk unit link. Yang menarik lagi, financial planner tersebut langsung memasukan penempatan investasi-nya ke equity (instrumen investasi yang dipilihnya – dengan alasan jika dilihat dari dan track record tahun sebelumnya memiliki tingkat return / keuntungan yang lumayan besar jika dibandingkan portofolio instrumen investasi unit link lainnnya,). Untuk pilihan porto folio ini Aisah tidak mendapatkan penjelasan lebih jauh dari financial planner).
Selanjutnya, karena informasi dari financial planner bahwa produk yang ditawarkan ini akan memberikan banyak “manfaat” – ia pun tak khawatir untuk mengikuti anjuran dari financial planner tersebut dalam hal pengambilan manfaat tambahan. (Dalam illustrasi ini, Aisah memiliki 2 manfaat tambahan yaitu ; (1). Pertanggungan atas biaya medikal dan (2). Manfaat tambahan akan pembebasan pembayaran premi (atau istilah “logika marketing“-nya tidak perlu menabung lagi – dengan syarat tertentu). Perlu dicatat ; Pemegang Polis (Pembayar Polis) dan Tertanggung adalah hanya satu nama yaitu Ibu Aisah.
Note :
- Besaran jumlah dana di Premi Dasar, Premi manfaat tambahan (Rider) dan Investasi merupakan hasil kesepakatan antara financial planner dengan Ibu Aisah - (dalam konteks ini, financial planner mendiskusi tentang kebutuhan dari Ibu Aisah selaku nasabah)
- Pembayaran premi unit link yang dilakukan oleh Ibu Aisah belum dipotong dengan biaya-biaya yang harus ditanggung nasabah, yang biasanya meliputi; biaya asuransi (cost of insurance) - yang dikenakan baik itu untuk asuransi dasar maupun asuransi pelengkap (rider), biaya administtrasi. (Perihal kebijakan biaya ini, setiap perusahaan asuransi (khususnya yang menawarkan unit link) memiliki kebijakan yang berbeda)
Keterangan gambar 4;
- Premi Dasar (risiko atas kematian) Rp 1.500.000,-/thn;
Premi dasar ini adalah ; premi yang dibayarkan dengan sejumlah uang tertentu dengan tujuan bisa menghasilkan uang pertanggungan jika tertanggung mengalami risiko kematian, sehingga pihak perusahaan asuransi jiwa tersebut berhak untuk membayarkan klaim kematian. Dalam konteks ini, besar kecilnya uang klaim pertanggungan dipengaruhi oleh usia tertanggung, jenis pekerjaan, dan kondisi kesehatan dari nasabah.
- Premi Tambahan (rider)
adalah jenis asuransi tambahan / pelengkap terhadap premi dasar. Dengan menambah pembayaran premi pelengkap maka tertanggung akan menerima manfaat tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Dalam ilustrasi ini, Aisah memilih 2 jenis rider (asuransi pelengkap), yaitu :
- 1. Rider Medik (Manfaat tambahan medik) ;
Untuk rider ini Aisah mendapatkan manfaat tambahan berupa dibayarkannya biaya pelayanan medik jika membuktikan kebenaran bahwa ia mendapatkan pelayanan medik dari sebuah rumah sakit (berupa pelayanan rawat inap). Seperti dengan menyertakan bukti kwitansi pembayaran lunas rumah sakit. Nah, berikut ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh calon nasabah sebelum memutuskan mengambil rider medik, diantaranya ;a) Besarnya uang klaim yang diberikan;Dalam konteks ini besar kecilnya klaim yang diterima sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya premi yang dibayarkan. (Di polis biasanya dijelaskan akan batas maksimum pertanggungan medik yang diberikan setiap tahunnya) - Sebagai misal; karena Aisah membayarkan ppremi rider medikal sebesar Rp 800.000,- per tahunnya maka ia hanya berhak memanfaatkan maksimum pertanggungan medik maksimum hanya sebesar Rp 90 juta setiap tahunnya.b) Prosedur Pembayaran klaim biaya medikal ;Untuk prosedur pembayaran klaim biaya medikal ini, Aisah akan menerima pembayaran pertanggungan biaya medikal jika ia telah melampirkan bukti kwitansi pembayaran asli serta beberapa keterangan administrasi lengkapnya untuk kemudian diserahkan perusahaan asuransi sebagai pengajuan klaim. Singkat kata, pola pembayaran yang diterapkan adalah dengan cara reimbursement. (Perlu diketahui bahwa prosedur pembayaran pertanggungan biaya medikal biasanya ada 2 cara, yakni dengan pola reimbursement dan penggunaan kartu nasabah asuransi yang mana nasabah bisa langsung menunjukkan kartu tersebut sebagai implementasi pembayaran)c) Provider Rumah Sakit ;Setiap perusahaan asuransi yang menawarkan rider medik biasanya memiliki beberapa provider rumah sakit. Hal ini bertujuan nasabahnya untuk memilih rumah sakit yang tepat sehingga pada saat proses administrasi bisa berlangsung mudah. Disarankan kepada nasabah agar lebih kritis melihat rumah sakit mana saja yang menjadi provider dari perusahaan asuransi.d) Tindakan medik yang berhak diterima oleh nasabah ;Pelayanan medik itu sangat beraneka ragam, mulai dari perawatan intensif, kegiatan operasi (pembedahan), dan sebagainya. Untuk pembedahan sendiri dikategorikan menurut beberapa tingkatan, mulai dari pembedahan minor, intermediate, major, dan kompleks. Dari semua tindakan medik ini, nasabah harus menyesuaikan dengan besarnya pertanggungan biaya medik yang diterima. Oleh sebab itu, nasabah disarankan bertanya kembali perihal pelayanan medik apa sajakah yang berhak ia terima dan bisa ditanggung biaya medik-nya.2. Rider Weiver (Manfaat tambahan weiver) ;Rider Weiver ini adalah jenis perlindungan kepada tertanggung jika tertanggung mengalami cacat tetap dan atau total, berupa pembebasan pembayaran premi unit link sesuai catatan yang tertera di dalam polis. (Klasifikasi tingkat cacat itu dapat disesuaikan dengan penjelasan dari polis masing-masing - Sebagai misal ; karena Ibu Aisah mengalami cacat akibat kecelakaan, maka sesuai penjelasan yang berlaku di polis ia akan mendapatkan kebebasan dari pembayaran premi produk unit link).
· InvestasiUntuk investasi ini adalah berkaitanuang yang dikelola guna menghasilkan return yang memuaskan. Dalam hal ini, dari contoh di Ibu Aisah diketahui bahwa uang yang masuk ke dalam porsi investasi adalah sebesar Rp 1.800.000,- Dengan demikian nilai uang tersebut akan divaluasi lagi menurut kondisi Nilai Aktiva Bersih (NAB) di hari yang sama. Hingga kemudian diketahui unit penyertaan yang didapat
Biaya-Biaya
Biaya-biaya yang muncul dalam produk unit link insurance diantaranya, seperti :
- Biaya akuisisi tahun pertama
- Biaya pengelolaan investasi
- Biaya premi top up
- Biaya penarikan dana
- Biaya pengalihan jenis investasi